Rabu, 06 Juli 2011

Salah satu testimoni tentang Rongkop

Menikmati Kehidupan di Puncak Gunungkidul (Rongkop Area)

REP | 25 June 2011 | 00:33 134 53 3 dari 5 Kompasianer menilai aktual

Letaknya di daratan nan tinggi dan beberapa hari ini posisiku sedang “menjelajah” area pegunungan tersebut. Menuju lokasi naik motor menanjaki jalanan berbelok-belok di sela perbukitan semakin membangkitkan konsentrasiku menyusur badan jalan. Berjarak sekitar 73 kilometer arah tenggara dari kota Yogyakarta berbatasan dengan kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah).
Itulah Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, sebuah kecamatan terdiri 8 desa, 101 dusun berjumlah penduduk 7693 jiwa. Lokasi ini memang jauh dari riuh-keramaian kendaraan, hanya di siang hari jalan utama dilintasi beberapa kendaraan umum jurusan Yogyakarta – Wonosari – Paracimatoro (Wonogiri). Selebihnya adalah kendaraan lokal sebagai aktivitas warga setempat.
Cuaca di siang hari cukup cerah, berudara segar dan kini mulai memasuki musim kemarau. Namun sesaat setelah matahari terbenam udara dingin mulai menusuk. Apalagi malam begini…hmm temanku tiba-tiba menyarankan diriku mengenakan pakaian pelindung agar tubuh hangat dan tetap bersemangat. Demikian selintas gambaran kecamatan Rongkop yang saat ini diriku berada. Ternyata asyik juga bertempat sementara di pegunungan, menyatu dengan kondisi alam yang menggugah tantangan…!
~~~
Jalan-jalan menapaki lokasi pegunungan serta perbukitan di Rongkop yang kebetulan menjadi sampel area pekerjaanku ini banyak memeroleh berbagai pengalaman dan pengetahuan. Dari persoalan persiapan menjelang musim kering tiba hingga perilaku warga dalam berinteraksi untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan setempat menarik diamati untuk kemudian dipahami.
Di sektor pelayanan publik seperti kesehatan, menurut Ridwan - karyawan di Puskesmas Rongkop – perlu diintensifkan penyuluhan dan mengoptimalkan kader-kader kesehatan hingga tingkat perdusunan. Setidaknya ini merupakan langkah antisipatif terhadap kemungkinan timbulnya gejala penyakit di musim kekeringan nanti.
Sementara itu Kepala Desa Semugih, Sugiarto mengatakan, masalah tak kalah penting yang perlu mendapat perhatian belakangan ini adalah sektor pendidikan dan penciptaan lapangan kerja. Menyangkut persoalan pendidikan betapa perlunya pemerataan pendidikan dasar, jangan hanya orang mampu ekonomi saja yang anaknya bisa bersekolah. Modernisasi harus dimulai dari peningkatan mutu anak-anak muda sebagai penerus generasi sehingga pembangunan daerah, khususnya desa dapat berkelanjutan.
Dikatakan pula, proyek-proyek bantuan desa selama ini sesungguhnya sudah lumayan banyak, menyentuh hampir semua kebutuhan masyarakat dan menyerap tenaga kerja lokal. Adanya proyek PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang belum lama usai telah banyak membantu pemberdayaan warga setempat, memberikan lapangan kerja (padat karya) dan kini tidak ada lagi desa terisolir bahkan sarana maupun prasarana sudah menyukupi kebutuhan hidup minimal.
13089364041399922839
Berkait pemberdayaan desa, wilayah kemacatan Rongkop ini masih memerlukan beberapa sarana penunjang lain, terutama infrastruktur pelengkap seperti sarana komunikasi supaya pertukaran informasi dari desa ke pusat pemerintahan daerah dapat berjalan lancar. Kegiatan ekonomi dan bisnis terdorong untuk lebih dinamis serta perkembangan harga-harga dapat terpantau tanpa harus di-intervensi banyaknya para tengkulak yang seringkali merugikan masyarakat tani.
Melalui ketersediaan sarana komunikasi diharapkan proses pemajuan desa-desa pinggiran, memperlancar sistem komunikasi pemerintahan daerah, mengurangi mobilitas fisik, memperpendek proses produksi dan menghemat biaya transportasi serta biaya produksi secara keseluruhan.
Dari sepintas jalan-jalan menjelajahi lokasi pegunungan ini, ditemui bahwa ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) belum nampak merata dan tidak semua masyarakat bisa mengaksesnya. Untuk kepemilikan dan penggunaan media radio - televisi (TV) dapat dikatakan tak ada masalah berarti, hampir semua warga memiliki atau memanfaatkan sebagai medium hiburan. Radio biasa distel di kala senggang, TV lebih menjadikan pilihan utama hiburan keluarga di malam hari. Memang tidak semua stasiun TV bisa diakses di sini, setidaknya beberapa siaran dari stasiun TV tertentu dapat secara jelas dinikmati.
Demikian halnya kepemilikan handphone (HP) dapat dibilang sudah dimiliki hampir setiap rumah penduduk. Kehadiran HP yang semakin berfungsi individul telah banyak membantu mereka berkomunikasi, mulai hal-hal yang sekiranya dianggap mendesak hingga aktivitas keseharian. Tetapi, komputer/laptop dan internet di lokasi yang menjadi sampel areaku ini memang belum banyak ditemui. Internet hanya berada di Kantor Camat, lembaga-lembaga pemerintah tertentu, dan sebagian kalangan elit di perdesaan tergolong keluarga mampu mengaksesnya.
~~~
Menyatu dengan masyarakat yang lekat dengan sifat komunalnya ternyata memiliki keasyikan tersendiri. Di hampir semua dusun memiliki tradisi berupa adat dan budaya homogen turun temurun, penuh tegur sapa, toleransi, bahu membahu/gotong royong penuh tenggang rasa sehingga sikap arif dan bijak menjadi hal yang pantas dimiliki oleh mereka yang dituakan di lingkup desa. Ditemui pula bahwa pimpinan informal di lokasi ini masih menjadi orang terdepan dalam mengambil keputusan, pola kharismatik masih berlaku dan hampir seluruh penyelesaian masalah di desa sangat bergantung padanya.
Waktu luang yang dimiliki warga desa yaitu di malam hari, di saat-saat itulah peluang bertemu dengan mereka sangat terbuka. Di gardu-gardu ronda, warungan, biasa menjadikan tempat berkumpul warga. Kemarin malam, atau tepatnya 22 Juni lalu, tak menyiakan kesempatan diriku ikutan nimbrung, untuk berbaur guna mancari tahu tentang kondisi nyata yang sedang dibincangkan sekaligus mengenali masalah yang sedang dihadapi warga setempat.

1308936510427293503
masih mengharap bantuan air bersih
Di kawasan Rongkop dan sekitar, persoalan klasik menyangkut kebutuhan air masih menjadikan topik utama pembicaraan antarwarga, disusul masalah hasil pertanian yang cenderung lesu, sehingga perlu diupayakan solusi menghadapi musim kemarau. Bagi daerah yang berada di posisi dataran rendah atau lembah pegunungan, air ledeng saluran PAM mengalir normal – namun bagi daerah yang tergolong menempati perbukitan walaupun saluran pipa sudah tersedia tetapi air tak mampu mengalir lancar. Akibatnya, jika tidak memeroleh bantuan dari pihak-pihak yang perduli maka tidak sedikit warga terpaksa harus membeli air seharga Rp 180.000 per-tangki.
Kondisi demikian sudah mendingan/lebih baik daripada beberapa waktu sebelumnya di mana air sangat sulit. Narto, salah seorang warga menuturkan, jika kemarau panjang ketersediaan pakan ternak sudah habis - biasa terjadi “ternak makan ternak” artinya salah satu ternak atau domba/sapi terpaksa harus dijual untuk membeli pakan sebagai penyambung hidup ternak-ternak lainnya.
Ketika diriku berada di lokasi, pas sedang rame-ramenya panen singkong, sebagian lagi panen pisang Sungu dan siap dipasarkan ke luar kota (Klaten dan Solo). Memang asyik sesekali ikut ke ladang pertanian, sambil melihat langsung petani memanen hasil jerih payahnya. Ditambah lagi suasana sore menjelang malam, hembusan hawa dingin mulai terasa, kabut-kabut mulai turun dari puncak gunung menyusuri bukit-bukit yang tak lama lagi akan mengering di musim kemarau. Suasana ini mengingatkanku tentang sebuah lagu bertitel When the Smoke is Going Down (Scorpion). Pada petang itu, para petani mulai pulang ke rumah masing-masing untuk kembali esok pagi yang akan disambut rekahan sinar matahari..! (jk-features).

kompasiana link http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/06/25/menikmati-kehidupan-di-puncak-gunungkidul-rongkop-area/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar