Kamis, 23 Februari 2012

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kecamatan Rongkop Tahun 2012


Rongkop, 23 Februari 2012, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Kecamatan Rongkop Tahun 2012 telah dilaksanakan kemarin, Rabu, 22 Februari 2012 di Pendopo Kecamatan Rongkop. Acara dibuka dengan doa dan menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Hadir dalam acara Murenbang tersebut antara lain Staf Ahli dari Menko Kesra RI, Bapak Suhardono, S.Sos Anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul, Tim Musrenbang tingkat Kabupaten,  yang berasal dari berbagai Dinas/Badan/Kantor, Fasilitator Kabupaten Gunungkidul, LSM IDEA, instansi tingkat Kecamatan, dan peserta dari utusan 8 desa.
Dalam sambutannya, Camat Rongkop, Drs. Sabarisman, M.Si menyampaikan permasalahan dan potensi yang ada di Kecamatan Rongkop, antara lain prasarana jalan yang masih kurang, prasarana air bersih, dan komunikasi. Sedangkan potensi yang ada antara lain potensi kerajinan bambu, industri rumah tangga jenang, serta potensi wisata ziarah berupa goa Tritis, Goa Braholo, Petilasan Watu Mbah Menik, dan Petilasan Mbah Jobeh. Harapannya permasalahan dan potensi tersebut dapat menjadi perhatian utama bagi SKPD Kabupaten dalam memprioritaskan program dan kegiatan di Tahun 2013 yang akan datang.
Sementara itu Fasilitator Kabupaten Gunungkidul dalam sambutannya mengungkapkan bahwa Musrenbang Kecamatan Rongkop merupakan Musrenbang Integrasi antara perencanaan reguler dengan perencanaan PNPM, dan merupakan pilot project Musrenbang Integrasi format baru, bersama dengan 3 Kecamatan lain di Kabupaten Gunungkidul. Harapannya Musrenbang Kecamatan Rongkop dapat berjalan sukses dan menjadi contoh bagi kecamatan-kecamatan lain. Sedangkan Staf Ahli Menko Kesra menyampaikan bahwa Musrenbang Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunungkidul berjalan baik dan menjadi masukan bagi pemerintah  pusat dalam mengembangkan konsep perencanaan pembangunan yang lebih baik. Konsep ke depan, program dan dana dalam upaya pengentasan kemiskinan akan diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah, agar lebih efektif. Konsep pengelolaannya direncanakan mirip dengan PNPM, sehingga akan lebih baik.
Pelaksanaan Murenbang dilanjutkan dengan penjelasan tata tertib diskusi kelompok, yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok dalam 3 Kelompok yaitu Bidang Ekonomi, Sosial Budaya dan Fisik Prasarana. Dalam diskusi tersebut dibahas prioritas program/ kegiatan yang diusulkan untuk didanai dengan APBD Kabupaten Gunungkidul tahun 2013 dan juga dana PNPM Tahun 2013.
Musrenbang diakhiri dengan pleno hasil diskusi dan penetapan perwakilan kecamatan yang akan mengawal usulan pada saat Musrenbang tingkat Kabupaten.

Kamis, 02 Februari 2012

Air Terjun Srigethuk, Oase di Gunungkidul

Kabupaten Gunungkidul di Provinsi DI Yogyakarta makin terkenal dengan pantai-pantai barunya yang indah. Namun, selain pantai, wilayah ini juga dianugerahi dengan keindahan alam lain yakni gua dan air terjun. Air terjun Srigethuk adalah salah satu lokasi wisata baru yang menjadi buah bibir selama setahun terakhir ini. 

Ketika saya berkunjung ke Srigethuk akhir pekan lalu, kesan pertama saya adalah adanya kemiripan dengan Green Canyon di Jawa Barat. Namun, tentu saja setiap lokasi memiliki keunikan sendiri-sendiri.

Pada dasarnya, inti objek wisata Srigethuk ini adalah tiga air terjun yang berada dalam satu lokasi. Ketiga air terjun tersebut jatuh di bebatuan yang sama kemudian bersama-sama mengalir di Sungai Oya. Masing-masing air terjun tersebut berasal dari tiga sumber mata air, yaitu Dong Poh, Ngandong, serta Bleberan.  Selain ketiga air terjun utama, ada beberapa air terjun kecil — dalam bahasa Jawa disebut kriwikan — di lokasi tersebut.



Objek wisata ini masih cukup baru sehingga infrastruktur pun masih terbatas. Namun, jangan khawatir, sarana dasar seperti toilet dan warung makan sudah tersedia di sini. Hingga saat ini, objek wisata Srigethuk masih dikelola secara lokal oleh pihak Desa Bleberan.

Walaupun sarana masih terbatas, pihak pengelola telah membangun tangga batu dari tempat parkir menuju ke tepi sungai, sehingga wisatawan tidak perlu khawatir ketika menuruni tebing. Butuh waktu sekitar 5-10 menit untuk mencapai bibir sungai. Setibanya di pinggir sungai Oya, Anda akan dimanjakan dengan paduan warna kehijauan sungai serta tumbuh-tumbuhan yang mengelilinginya. Pohon-pohon kelapa menjulang tinggi tertiup angin.

Dari sini Anda tidak dapat langsung melihat air terjun utama, hanya sebuah air terjun kecil di kejauhan. Anda harus menaiki rakit untuk mencapai air terjun Srigethuk. Di sini Anda harus membayar Rp 5.000 per kepala untuk perjalanan pulang-pergi. Ada dua buah rakit yang beroperasi di sungai itu, yang mengangkut wisatawan secara bergantian.



Butuh waktu sekitar 10 menit untuk mencapai air terjun utama. Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh, namun rakit berjalan sangat lambat. Dari atas rakit Anda dapat mengabadikan pemandangan yang memang mayoritas didominasi warna hijau. Semakin dekat, air terjun Srigethuk (yang juga dikenal dengan nama Slempret) ini semakin menakjubkan. Ketiga air terjun jatuh dari ketinggian sekitar 25 meter. Ketiganya bergabung menjadi satu di bebatuan yang berwarna kekuningan di bawahnya.

Setelah turun dari rakit Anda harus menyeberangi batu-batu basah itu untuk mendekati air terjun. Rasakan sensasi mandi di bawah Srigethuk! Banyak wisatawan yang memanfaatkan waktu untuk mandi dan berenang di sungai sekitar air terjun. Hijaunya air di sini adalah karena lumut, bukan karena limbah, sehingga aman untuk mandi.

Beberapa bagian dari Gunungkidul merupakan tanah tandus sehingga air yang berasal dari Sungai Oya dan air terjun Srigethuk bagaikan oase di Desa Bleberan ini. Air dimanfaatkan untuk pengairan daerah pertanian penduduk setempat. Vegetasi yang umum di wilayah tersebut adalah jagung, jati, serta kayu putih.

Bila sudah puas bermain-main di air terjun, Anda dapat menumpang rakit untuk kembali. Apabila perut sudah melilit, ada beberapa warung makan di sekitar tangga menuju ke tempat parkir. Cobalah salah satu menu khas Gunungkidul, yaitu tiwul. Tiwul adalah makanan yang dibuat dari singkong. Secara umum, tiwul manis dimakan untuk makanan ringan.



Namun, di Gunungkidul serta beberapa daerah sekitarnya tiwul ini dijadikan pengganti nasi yang dimakan dengan lauk-pauk. Cukup dengan Rp 4.000 Anda dijamin kenyang makan tiwul berlauk tempe penyet!

Menuju ke Srigethuk


Dari Yogyakarta, Srigethuk dapat dicapai melalui jalan Yogya-Wonosari. Sebelum sampai di Wonosari, tepatnya setelah lapangan udara Gunungkidul,  Anda harus membelok ke kanan menuju ke Playen. Sampai di pertigaan pasar Playen, Anda kembali membelok ke kanan untuk menuju ke arah Desa Bleberan. Setelah itu akan ada penanda arah untuk menuju ke Srigethuk.

Tanda-tanda yang tersedia cukup banyak. Jalanan dari Yogyakarta hingga ke mulut Desa Bleberan sangat baik, namun setelah itu cukup buruk karena banyak bagian yang belum diaspal. Setiap orang yang berkunjung ke Srigethuk dipungut biaya Rp 2.000 sementara mobil Rp 3.000. Biaya itu sudah termasuk ongkos parkir, jadi masih sangat murah!

Selain Srigethuk, Anda juga dapat berkunjung ke Gua Rancang yang berada di desa itu. Biaya yang Anda bayarkan sudah termasuk kedua lokasi wisata sehingga Anda tidak perlu membayar lagi. Nah, saatnya wisata hemat ke Gunungkidul!

Sumber : id.travel.yahoo.com

Desa Bohol juara Nasional Peduli Kehutanan Desa Bohol juara Nasional Peduli Kehutanan

Gunungkidul (Solopos.com)–Desa Bohol, Kecamatan Rongkop, Gunungkidul, DIY menyabet juara II Nasional kategori Desa peduli kehutanan.
Desa yang berada di pelosok Gunungkidul itu berhasil menyisihkan ribuan desa se-Indonesia atas kegigihan warganya dalam mengelola hutan rakyat sejak tahun 2005 lalu.
Kepala Desa Bohol, Widodo kepada Harian Jogja, Jumat (9/9/2011) menjelaskan tropi juara II nasional itu telah diterima olehnya pada bulan Agustus lalu di Senayan Jakarta.
Pemberitahuan tersebut diberikan kepadanya melalui surat undangan yang ditandatangai langsung oleh sekretaris Negara, Sudi Silalahi.
Pihaknya dinilai secara nasional oleh Departemen Kehutanan menjadi nomor dua setelah salahsatu desa di Kabupaten Jepara Jawa Tengah, lantaran berhasil membuat penghijauan dalam waktu sekitar enam tahun.
Awal penghijauan itu, dilakukannya secara tidak sengaja dalam rangka memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk menyelamatkan telaga dari kekeringan.
Program yang dicanangkan oleh pemerintah desa banyak terfokus pada penghijuan sejak tahun 2005, hingga menghasilkan sekitar 100 hektar hutan yang sudah tertanami pohon jati dan akasia selama lima tahun.
“Yang 100 hektar ini dahulu gundul, beberapa ada yang tanah kas desa ada pula yang tanah milik warga, dijadikan hutan rakyat istilahnya,” ungkap Widodo.

Sumber : www.harianjogja.com